Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis Berita Resmi Statistik pada tanggal 15 Januari 2020 dengan Nomor 08/01/Th. XXIII. Dalam dokumen tersebut menyebutkan terdapat penurunan persentase penduduk miskin per September 2019 sebesar 0,19% poin dari sebelumnya 9.41% atau dalam jumlah angka penduduk sebesar 0,36 juta penduduk telah terlepas dari jerat kemiskinan jika dibandingkan dengan bulan Maret 2019. Dalam sejarah Republik Indonesia berdiri, tingkat kemiskinan ini adalah yang paling terendah. Angka tersebut adalah sebuah fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk mengukur kemiskinan tersebut, BPS secara konsisten menggunakan perhitungan atas kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Dalam pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan. Dalam pengertian yang digunakan BPS, garis kemiskinan makanan adalah pengeluaran kebutuhan minimum makanan (setara 2100 kkalori perkapita perhari) dan garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan bukan pokok lainnya.
Adapun presentase penduduk miskin jika dilihat dari wilayah perkotaan dan perdesaan Maret 2018 dan September 2019, walau terdapat penurunan untuk perkotaan dan perdesaan masing-masing menjadi 6,56% dan 12,60% hal ini menunjukan disparitas kemiskinan perkotaan dan perdesaan masih cukup tinggi.
Hal yang menarik dari Berita Resmi Statistik 15 Januari 2020 tersebut adalah penyebutan faktor-faktor yang terkait dengan tingkat kemiskinan di Indonesia yakni faktor pelaksanaan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang terealisasi pada Trimulan III 2019 yang mencapai 509 Kabupaten/Kota. Jumlah ini meningkat 289 Kabupaten/Kota jika dibandingkan dengan triwulan I 2019. Program nasional ini merupakan salah satu dari enam faktor yang disebutkan secara signifikan dalam penurunan kemiskinan diperiode September 2019.
Jika ada pihak yang harus berbangga hati dengan prestasi ini adalah, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Kementerian Sosial sebagai kementerian yang cukup aktif dalam teknis pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai yang ditahun 2020 ini bertransformasi menjadi Program Sembako.
Transformasi Bantuan Pangan Non Tunai menjadi Program Sembako
Masih dari dokumen Berita Resmi Statistik BPS Januari 2020, Komposisi Garis Kemiskinan (GK) pada bulan September 2019 sebanyak 73,75% untuk GK Makanan dan 26,25% untuk GK bukan makanan. Angka tersebut menunjukan bahwa peranan komoditi makanan terhadap garsi kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Komoditi beras masih berada di puncak komoditi disusul oleh beberapa produk pangan lainya.
Konsisten dengan hal tersebut dan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin / Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Pemerintah melalui Pepres 63 Tahun 2017 dan Permensos Nomor 11 Tahun 2018 memberikan Bantuan Pangan Non Tunai dengan mekanisme perbankan dimana KPM menerima bantuan sebanyak Rp110.000 dan dapat dibelanjakan dengan komoditi beras dan atau telur di warung yang sudah ditentukan (Elektronik Warung Gotong Royong / E-Warong).
Berdasarkan hasil riset Microsave pada tahun 2019 atas pelaksanaan program BPNT tahun 2018 meyatakan 96% KPM puas dengan program BPNT dan 89% E-Warong puas dengan pelaksanaan BPNT.
“96% of the beneficiaries are satisfied with the program. They are happy with the quality of the food received, and the assured reliability of supply. There has been a significant improvement in the number of areas of program implementation when compared to 2017. For example, awareness on the scheme details, less incidence of paying an “extra charges” for such as plastic bag, reduction in the average time taken to reach an e-warong and faster transactions at the e-warong locations. There has also been a significant reduction in the technical issues faced, such as zero balance, and network or system malfunction, among others.”
“89% of e-warongs are satisfied with the overall program. e-warongs have diversified the suppliers for purchasing rice and eggs and there has been an impressive increase in the median earnings of e-warongs when compared with 2017. Almost all the e-warongs want to continue with the program in 2019 and beyond.”
(Microsave, 2019)
Dalam riset tersebut juga disebutkan beberapa kendala dan masukan terhadap program Bantuan Pangan Non Tunai, sep erti mekanisme pembayaran, pendampingan bisnis terhadap E-Warong sampai komoditas tambahan sehingga menjadi masukan yang positif bagi pelaksanaan Bantuan Pangan Non Tunai.
Pada tahun 2019, program Bantuan Pangan Non Tunai sudah berjalan di 514 Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah KPM sebanyak 15,6 Juta Keluarga Penerima Manfaat.
Sesuai dengan nota keuangan tanggal 16 Agustus 2019 tentang Arah Kebijakan Bantuan Sosial Pemerintah tahun 2020 dimana pemerintah akan menyalurkan Bantuan Pangan pada 15,6 KPM melalui Kartu Sembako. Melalui Kartu Sembako ini dapat memilih dan membeli bangan pangan yang lebih beragam dengan bantuan sejumlah 1,8 Juta per tahun per KPM. Program ini selanjutnya akan dinamakan Program Sembako.
Program Sembako adalah transformasi dari Bantuan Pangan Non Tunai. Pada program ini skema pembayaran yang gunakan sama persis, yakni dengan menggunakan perbankan melalui alat transaksi berupa kartu yang dapat dibelanjakan di tempat yang sudah ditentukan (E-Warong). Perbedaan berada pada jumlah bantuan yang sebelumnya diterima sebesar Rp110.000 Per bulan Per KPM atau sebesar Rp.1.320.000 Per tahun per KPM menjadi sebesar Rp150.000 Per bulan Per KPM atau sebesar Rp.1.800.000 Per tahun per KPM.
Komoditas yang dapat dibelanjakan juga lebih bervariasi dan mendukung program gizi seimbang dari yang sebelumnya hanya dapat dibelanjakan Beras dan atau telur, kini di program sembako bertambah dengan komoditas pangan yang mangandung karbohidrat (beras, jagung, singkong, ubi, sagu serta umbi-umbian lainnya), protein hewani (telur, ayam, daging, ikan), protein nabati (tahu, tempe dan kacang-kacangan) dan vitamin mineral (sayuran dan buah-buahan). Variasi bahan pangan pada Program Sembako ini sudah menyesuaikan dengan pedoman gizi seimbang sesuai dengan arahan Kementerian Kesehatan.
Bertambahnya varisasi bahan pangan yang diterima pada Program Sembako ini bertujuan untuk menjaga kecukupan gizi KPM dan mencegah stunting pada anak dimana bahan yang didapat pada program sembako ini dapat diolah menjadi makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Peluang dan Tantangan
Pelaksanaan Program BPNT pada tahun 2019 secara umum sudah berjalan dengan baik, baik secara infrastruktur ataupun secara sumberdaya manusia pelaksananya. Namun masih terdapat beberapa kekurangan yang manjadi catatan untuk penyempurnaan program di tahun 2010. Terlebih di tahun ini, transformasi menjadi Program Sembako akan memberikan tantangan tersendiri.
Berdasarkan analisis kebijakan serta evaluasi pelaksanaan dilapangan setidaknya terdapat beberapa tantangan sekaligus peluang dalam program Sembako diantaranya adalah:
- Pemutakhiran Data Penerima Program Sembako
Hal utama yang harus segera disempurnakan dalam pelaksanaan Program Sembako adalah terkait data penerima. Penerima Program Sembako pada tahun 2020 adalah sebanyak 15,2 Juta KPM. Dimana penerima Program Sembako berasal dari Data KPM Bantuan Sosial Pangan (BSP) yang ada pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Secara teknis penerima BSP adalah sebesar 25% dari populasi masyarakat miskin yang ada di wilayah kabupaten/kota. Penerima BSP tersebut juga termasuk penerima bantuan Program Keluarga Harapan.
Pemutakhiran Data penerima BSP dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan Pemerintah Paerah dan Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial. Adapun skema alur data sudah diatur dalam Pedoman Umum Kartu Sembako, namun dalam pengimplementasiannya masih harus berkoordinasi dengan semua pihak agar data penerima dapat disempurnakan agar lebih tepat sasaran.
Penyempurnaan infrastruktur Program Sembako seperti service quality mitra perbankan perlu dilakukan peningkatan. Hal-hal teknis seperti kualitas e-warong, Kartu Keluarga Sejahtera yang tidak terdistribusi atau yang mengalami gagal dalam top up wallet. Perlu juga ditetapkan service level agreement (SLA) dalam melakukan pelayanan Program Sembako. Karena tahun 2020 ini diharapkan menjadi tahun konsolidasi, karena dibandingkan tahun 2019 yang masih terdapat wilayah perluasan transformasi dari Program Rastra ke Program Sembako. Sehingga di tahun 2020 relatif lebih stabil, sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki kualitas service. Terlebih di tahun 2020 ada wacana untuk menambahkan index program sembako dengan beberapa progam lainnya seperti Subsidi Gas, Listrik, Pendidikan dsb. Tentunya juga infrastuktur yang prima diperlukan untuk mendukung program tersebut.
- Sinergitas antar Kementerian dan Lembaga.
Kedepan, Program Sembako ini akan sangat strategis terutama karena cukup banyaknya pihak kementerian dan lembaga yang terlibat dalam program Kartu Sembako ini. Agar program berjalan dengan baik, diperlukan koordinasi dan sinergitas antar pihak baik di tingkat kebijakan ataupun tataran teknis. Diperlukan koorinas yang intensif yang dapat dilakukan melalui rapat koorinasi secara teknis secara berkala, sehingga kendala dalam pelaksanaan program dapat dicarikan solusinya segera.
Kesimpulan
Program Sembako merupakan upaya pemerintah dalam mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin melalui mekanisme non tunai sehingga selain sebagai salah satu program kesejahteraan sosial yang populis, program ini juga mendukung upaya peningkatan keuangan inlkusif di masyarakat. Adapun sebagai sebuah program kesejahteraan sosial, Program Sembako adalah upaya awal untuk menyatukan berbagai program bantuan sosial dan security net. Saat ini bantuan yang diberikan meliputi bantuan pangan yang dapat dibelanjakan di e-warong, kedepan Kartu Sembako akan disinergiskan dengan bantuan subsidi gas, listrik dan lain sebagainya. Peran Program ini amat sentral karena diharapkan berbagai bantuan sosial ataupun subsidi lainnya bisa tepat sasaran sehingga tidak adalagi APBN yang terbuang percuma karena salah sasaran. Diperlukan upaya koordinasi, monitoring dan evaluasi banyak pihak untuk menjaga marwah program ini agar dapat berguna bagi percepatan penurunan angka kemiskinan di Indonesia.
Judul Awal adalah “Program Sembako Sebagai Program Perlindungan Sosial Dalam Menekan Tingkat Kemiskinan di Indonesia” Artikel digunakan untuk pengembangan profesi pekerja sosial di lingkungan Kementerian Sosial